Selasa, 22 November 2011

Arti Persahabatan Bagiku


Bagiku arti persahabatan adalah teman bermain dan bergembira. Aku juga sering berdebat saat berbeda pendapat. Anehnya, semakin besar perbedaan itu, aku semakin suka. Aku belajar banyak hal. Tapi ada suatu kisah yang membuat aku berpendapat berbeda tentang arti persahabatan. Saat itu, papa mamaku berlibur ke Bali dan aku sendirian menjaga rumah...

“Hahahahaha!” aku tertawa sambil membaca.

“Rizka! Katanya mau cari referensi tugas kimia, malah baca komik. Ini aku menemukan buku dari rak sebelah, mau pinjam atau tidak? Kamu bawa kartu kan? Pokoknya besok Kamis, semua tugas kelompok pasti selesai. Asal kita kerjakan malam ini. Yuhuuuu... setelah itu bebas tugas. Sepedahan!” jelas Tantin dengan nada nyaring.

  Tantin orang yang simpel, punya banyak akal, temen yang perfect, and temen yang ngerti aku hehehe.. Dari kelas 6 SD sampai sekarang duduk di kelas 1 SMP - aku sering sekelompok, beda lagi kalau masalah sepedahan – Tantin jagoannya yang nyari tempat bagus. Rasanya seperti dia sudah tau apa yang bakal terjadi saat sepedahan itu. Tapi entah kenapa, sekalipun sebenarnya aku kurang suka sepedahan, gara-gara Tantin, aku jadi ikut-ikutan suka sepedahan.

Sahabatku yang kedua adalah Meli, nama sebenarnya Meliana. Meli sangat asyik orangnya, badannya pas-pasan karena dia suah makan kata orang tuanya. Sebentar lagi dia pasti datang - nah, sudah kuduga dia datang kesini.

“Kamu gak malu pakai kacamata itu? Nanti disangka sakit mata loch” Tanyaku pada Meli yang baru masuk ke perpustakaan. Sudah empat hari ini narsis banget kalau bahasa jawanya " NYICIL DINO JUM'AT, tapi tadi pagi rasanya dia nggak seperti itu. Tapi kacamata masih dipakai. Aku heran, orang ini benar-benar kelewat pede. Aku semakin merasa unik dikelilingi dua sahabat yang over dosis pada berbagai hal.

Kami pulang bersama naik sepeda bersama hanya sampai perempatan Bungkal saja, karena rumah kami yang jalannya berbeda arah, rumah kami jauh dari sekolah, Tantin dan Meli juga sudah temenan dari SD. Saat pulang dari sekolah terjadi sesuatu.
Kataku dalam hati sambil lihat dari kejauhan “( Eh, itu... )”.
“Aku sangat kenal dengan rumahku sendiri...” aku mulai ketakutan saat seseorang asing bermobil terlihat masuk rumahku diam-diam. Karena semakin ketakutannya, aku tidak berani pulang kerumah.
“Ohh iya itu!” Tantin dan Meli setuju dengan ku. Tantin melihatku seksama, ia tahu kalau aku takut berkelahi. Aku melihat Tantin seperti sedang berpikir tentangku dan merencanakan sesuatu.
“Oke, Rizka – kamu pergi segera beritahu satpam sekarang, Aku dan Meli akan pergoki mereka lewat depan dan teriak .. maling... pasti tetangga keluar semua” bisikan Tantin terdengar membuatku semakin ketakutan tak berbentuk.

Karena semakin ketakutan, terasa seperti sesak sekali bernafas, tidak bisa terucapkan kata apapun dari mulut. “...Rizka, ayo...satpam” Tantin membisiku sekali lagi.

Aku segera lari ke pos satpam yang ada diujung jalan dekat gapura - tidak terpikirkan lagi dengan apa yang terjadi dengan dua sahabatku. Pak Satpam panik mendengar ceritaku – ia segera memberitahu petugas lainnya untuk segera datang menangkap maling dirumahku. Aku kembali kerumah dibonceng petugas dengan motornya. Sekitar 4 menit lamanya saat aku pergi ke pos satpam dan kembali ke rumahku.

“Ya Tuhan!” kaget sekali melihat seorang petugas satpam lain yang datang lebih awal dari pada aku saat itu sedang mengolesi tisu ke hidung Meli yang berdarah. Terlihat juga tangan Tantin yang luka seperti kena pukul. Satpam langsung menelpon polisi akibat kasus pencurian ini.

“Jangan kawatir... hehehe... Kita bertiga berhasil menggagalkan mereka. Tadi saat kami teriak maling! Ternyata tidak ada tetangga yang keluar rumah. Alhasil, maling itu terbirit-birit keluar dan berpas-pasan dengan ku. Ya akhirnya kena pukul deh...Tantin juga kena serempet mobil mereka yang terburu-buru pergi” jawab Melly dengan tenang dan pedenya.
Kemudian Tantin membalas perkataan Meli “Rumahmu aman - kita memergoki mereka saat awal-awal, jadi tidak sempat ambil barang rumahmu.”

Singkat cerita, aku mengobati mereka berdua. Mama Tantin dan Melly datang kerumahku dan kami menjelaskan apa yang tadi terjadi. Anehnya, peristiwa adanya maling ini seperti tidak pernah terjadi.
“Hahahahaha... “ Tantin malah tertawa dan melanjutkan bercerita tentang tokoh kesayangannya saat main PlayStation. Sedangkan Meli bercerita kalau dia masih sempat-sempatnya menyelamatkan kacamatanya sesaat sebelum hidungnya kena pukul. Bagaimana caranya? aku juga kurang paham. Meli kurang jelas saat bercerita pengalamannya itu.

“( Hahahahaha... )” Aku tertawa dalam hati karena mereka berdua memberikan pelajaran berarti bagiku. Aku tidak mungkin menangisi mereka, malu dong sama Meli dan Tantin. Tapi ada pelajaran yang kupetik dari dua sahabatku ini.

Arti persahabatan bukan cuma teman bermain dan bersenang-senang. Mereka lebih mengerti ketakutan dan kelemahan diriku. Tantin dan Meli adalah sahabat terbaikku. Pikirku, tidak ada orang rela mengorbankan nyawanya jika bukan untuk sahabatnya ( Meli dan Tantin salah satunya ).

0 komentar:

Posting Komentar

Jangan Lupa!
Poskan komentarmu yach....